SURABAYA – Pecinta Lingkungan Hidup (PLH) Siklus Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggelar pelatihan konservasi air bertajuk Water Resource Training (WARNING). Pelatihan tersebut diadakan sebagai upaya mencegah kerusakan dan memelihara sumber daya air (SDA) melalui upaya konservasi.
Pemateri dalam pelatihan ini, Eka Chlara Budiarti SSi, mengungkapkan bahwa konservasi SDA yang tepat meliputi empat hal yaitu perlindungan dan pelestarian SDA, pengawetan, pengelolaan kualitas, dan pengendalian pencemaran air. “Terpenuhinya empat hal tersebut akan mencegah kerusakan dan meningkatkan fungsi SDA, ” terangnya, Minggu (21/8/2022).
Perlindungan dan pelestarian dilakukan untuk melindungi SDA beserta lingkungannya dari gangguan yang disebabkan oleh alam dan manusia. Salah satu hasil dari penerapan aspek ini adalah penatagunaan lahan. “Dengan penatagunaan lahan yang baik akan menghasilkan SDA dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan, ” jelas peneliti dari Ecological Observation and Wetland Conservation (Ecoton) ini.
Aspek kedua dan ketiga yakni pengawetan dan pengelolaan kualitas air merupakan hal yang mirip. Pengawetan dimaksudkan untuk memelihara keberadaan dan ketersediaan atau kuantitas dan kualitas air. Proses ini dapat dilakukan pada air tanah dan air permukaan seperti air sungai, danau, waduk, rawa, maupun genangan air lainnya. Aspek pengawetan tersebut dapat dipenuhi dengan adanya pengelolaan kuantitas dan kualitas air melalui irigasi.
Ketua Pelaksana WARNING, Fujian Ahmadzulva Santriyo Rafelino saat memberikan cinderamata kepada Chlara
Terakhir adalah pengendalian pencemaran air. Aspek ini dapat dipenuhi dengan cara mencegah masuknya pencemaran air pada SDA dan prasarananya. Hal ini salah satunya dilakukan dengan menanggulangi secara teknis keluaran limbah industri dan rumah tangga. “Salah satunya yang sudah berjalan adalah mengikuti kebijakan tidak memakai plastik ketika berbelanja, ” tambah Chlara, sapaan akrabnya.
Masyarakat sendiri nyatanya masih kurang berperan dalam konservasi air. Survey yang dilakukan sendiri oleh Chlara menunjukkan bahwa 70 persen masyarakat tidak pernah terlibat dalam program konservasi air. Hal ini menegaskan perlunya menggaungkan kembali konservasi air melalui pengendalian pencemaran sungai. “Dan masyarakat dapat lebih menggali, mencegah, dan tahu cara bereaksi ketika menemukan sungai yang tercemar, ” ungkapnya.
Tidak hanya pemaparan materi, seminar ini juga mengajarkan pada para peserta untuk praktik langsung mengenai cara mendeteksi kualitas air. Biotilik atau biomonitoring merupakan metode yang digunakan untuk memantau kesehatan sungai dengan menggunakan indikator makro invertebrata (hewan tidak bertulang belakang, red). Hasil metode ini akan memberikan petunjuk adanya gangguan lingkungan pada ekosistem sungai sehingga dapat dirumuskan upaya penanggulangan yang dibutuhkan.
Para peserta sedang melakukan praktik biotilik untuk mencari tahu kesehatan Danau 8 ITS
Ketua pelaksana acara ini, Fujian Ahmadzulva Santriyo Rafelino menyampaikan acara pelatihan ini merupakan salah satu dari rangkaian acara Siklus Conservation and Expedition (CSE): Kalimas River. Pelatihan ini akan menunjang peserta dalam melaksanakan agenda sampling dan analisa yang digelar di tiga titik Sungai Kalimas. “Jadi acara ini akan menyiapkan para peserta untuk terjun langsung di Sungai Kalimas, ” ungkapnya.
Wakil Rektor II Bidang Perencanaan, Keuangan, dan Sarana Prasarana ITS, Ir Mas Agus Mardyanto ME PhD, menyampaikan bahwa acara ini merupakan langkah awal yang baik untuk mendalami cara konservasi air. Laki-laki yang juga menjadi pembina Pecinta Lingkungan Hidup (PLH) Siklus ITS ini berharap dengan adanya acara ini dapat memberikan wawasan kepada peserta untuk menjaga sungai agar tetap sehat dan nyaman dengan manajemen SDA yang tepat. (*)
Reporter: Gandhi Kesuma
Redaktur: Septian Chandra Susanto